Tidak bisa dihindari, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya media sosial membawa genderang perang kemerosotan moral. Secara kasat mata, kemerosotan moral dari media sosial belum disadari masyarakat. Karna masyarakat kita merasa nyaman ketika anak-anak dirumah bermain gawai. Orang tua zaman now cenderung khawatir ketika anak-anak bermain diluar dan bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Padahal bermain diluar membawa banyak manfaat bagi anak dibandingkan bermain di dalam rumah. Karena bermain di luar memberikan kekebalan sistem imun anak, meningkatkan kemampuan keterampilan hidup, dan membantu kreativitas anak.
Jadi ada baiknya anggapan anak bermain di dalam rumah adalah aman kita kaji bersama. Pertama, anak bermain di rumah mencegah penguatan sistem imun dan penguatan tulang. Karena anak yang bermain di rumah tidak terpapar bakteri dan sinar matahari. Padahal bakteri dan sinar matahari membantu tubuh membentuk sistem kekebalan dan penguatan tulang melaui pembentukan vitamin D. Kedua, anak yang bermain di dalam rumah lebih sering bermain gawai, hal ini berbahaya. Karena pancaran radiasi sinar gawai merusak penglihatan anak dan memicu sel-sel kanker. Lebih berbahaya ketika akses gawai yang tidak terawasi membawa anak kecanduan permainan online dan konten pornogafi. Ketiga, anak-anak yang lebih banyak bermain di rumah tentu kurang mengenal lingkungan sekitar. Hal ini mengganggu tumbuh kembang kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik anak. Karena anak-anak yang lebih banyak bermain di dalam rumah kurang mengenali manfaat dan bahaya barang-barang di luar rumah, kurang mampu berkomunikasi dengan teman sebaya, dan kurang memiliki kepedulian terhadap sesama.
Mari kita kesampingkan sejenak perbedaan kita tentang manfaat dan bahaya anak bermain di dalam rumah. Karena saya sendiri berbeda dengan istri saya dalam memahami hal ini. Selanjutnya saya akan mengajak teman-teman mengenali bahaya kemerosotan moral dari sisi literasi dasar.
Teman-teman, sudah tahu belum literasi dasar? Saya yakin banyak yang belum tahu. Karena saya sendiri baru memahaminya ketika menjawab soal-soal ujian guru berprestasi pada tahun 2017. Alangkah kudet (kurang update) diri saya. Literasi dasar yang sudah didengungkan sejak tahun 2015 baru saya pahami pada tahun 2017. Itu pun mengenal karena harus baper (terbawa perasaan) karena tidak bisa menjawab isi Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015.
Rasa baper membuat saya harus membuka laman google untuk mengurangi bad mood saya. Teman-teman, ternyata Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 itu berisi pedoman penumbuhan budi pekerti. Saya tentu kecewa tidak bisa menjawab soal yang seharusnya menjadi bahan bacaan saya.
Yang penting sekarang kita bersama-sama menjaga dan mengawasi anak didik kita, anak-anak kita, dan masyarakat di sekitar kita dari dampak negatif penggunaan gawai. Kenapa hal ini penting? Karena setiap orang dimanapun berada sekarang ini susah lepas dari gawai. Memang kemudahan-kemudahan yang ada digawai membantu kita. Tetapi ada ruang yang harus kita waspadai, yaitu dampak negatif penggunaan gawai secara berlebihan dan dampak negatif kemerosotan moral.
Teman-teman, sepuluh tahun, dua puluh tahun dari sekarang, keberlanjutan dan daya saing NKRI ditentukan oleh anak-anak kita. Anak-anak yang saat ini tidak bisa melepas gawai dari keseharian mereka. Anak-anak yang saat ini kita kenal sebagai generasi Z. Mereka lahir setelah tahun 1995-2011. Dan anak-anak generasi Alpha yang lahir setelah tahun 2011.
Anak-anak generasi Z dan generasi Alpha masih berusaha mencari jatidiri mereka. Mereka masih labil dan mudah meniru apa yang mereka lihat, mereka dengar, dan mereka pikirkan. Hal ini tentunya berbahaya jika tidak kita dampingi dalam menggunakan gawai. Tidak perlu lagi kita banyak berdikusi tentang kemerosotan moral. Sudah tidak relevan kita saling berbeda pendapat tentang boleh tidak nya anak menggunakan gawai. Kenapa? Karena masanya mereka tidak bisa dicegah dari menggunakan gawai. Alih-alih mencegah, mereka malah mendapatkan apa yang tidak mereka dapatkan diluar pengawasan kita.
Karena itu, saat ini diperlukan tindakan nyata untuk peduli terhadap orang-orang di dekat kita. Peduli mengawasi, menelusuri, memantau dan memberikan bimbingan terhadap kegiatan anak-kita dalam menggunakan gawai. Coba luangkan waktu sejenak untuk melihat berita-berita kriminal di media cetak maupun elektronik. Teman-teman akan menemukan bahwa kejahatan yang terjadi saat ini terinspirasi dari media elektronik.
Perundungan, pelecehan seksual, tindakan kriminal yang dilakukan masyarakat saat ini, bermula dari apa yang mereka lihat, mereka dengar akhirnya mereka pikirkan dan mereka lakukan. Itulah bahayanya gawai bagi anak-anak kita.
Sekarang bagaimana cara mencegah kemerosotan moral yang telah mengintai dan menjangkiti sebagian besar anak-anak kita? Aksi nyata kita adalah peduli terhadap orang-orang di sekitar kita. Selanjutnya kita kenalkan literasi digital. Kenapa literasi digital? Karena literasi digital merupakan usaha preventif dan kuratif untuk mengajak anak memanfaatkan gawai secara tepat.
Literasi digital merupakan bagian tidak terpisahkan dari literasi dasar. Sudahkan teman-teman mengetahui literasi dasar! Jika belum, mari luangkan waktu teman-teman untuk berselancar di laman gerakan literasi nasional. Di laman ini kita akan menemukan enam literasi dasar, yaitu literasi baca-tulis, literasi numerasi, sains, literasi finansial, literasi digital, dan literasi budaya dan kewargaan.
Berbagai upaya sudah dilakukan untuk mengenalkan literasi digital. Namun upaya-upaya tersebut belum masih sekadar "hangat-hangat tahi ayam". Artinya ada keinginan untuk melakukan perubahan atau tindakan nyata tetapi belum terealisasi sampai ke level lapisan paling bawah masyarakat kita.
Apakah tidak ada literasi digital yang bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat kita. Sudah ada, salah satunya pembatasan akses laman-laman pronogafi, laman kekerasan oleh penyedia layanan internet. Tapi sudahkah efektif? Belum, karena ada saja cara untuk membuka celah pembatasan tersebut. Jadi saat ini kita perlu terus-menerus menularkan manfaat-manfaat gawai secara terstruktur, sistematis dan masif. Dan mencegah dampak negatif penggunaan gawai dengan mengenalkan akibat-akibat mengakses informasi negatif dari dunia maya.
Saya salut dengan saluran youtube "pol apike" dan program televisi "Bocah Ngapa(k) Ya" disalah satu televisi nasional. Saluran youtube dan program acara tersebut konsisten mengajak masyarakat kembali ke budaya lokal. Setiap tontonan dalam program tersebut tidak menampilkan penggunaan gawai. Karena mereka mengajak masyarakat untuk kembali ke permainan tradisional dan masa-masa masyarakat belum menggunakan gawai. Inilah tontonan yang juga tuntunan, tayangan positif yang bersifat komedi yang menjadi #sahabatkeluarga dalam mengenalkan kearifan budaya lokal.
Salah satu BUMN kita yaitu telkomsel telah melakukan upaya literasi digital melalui program internet baik telkomsel. Program CSR telkomsel ini menyasar masyarakat dewasa untuk melihat peluang penggunaan internet dari sisi positif dan mengajak masyarakat memahami bahaya internet.
Jadi literasi digital adalah kemampuan untuk menggunakan potensi dan keterampilan dalam memanfaatkan piranti-piranti digital secara tepat. Melalui literasi digital kita budayakan #literasikeluarga anak untuk memahami bahwa pembatasan dalam penggunaan gawai bertujuan untuk menjaga masa depan mereka. Kita luangkan waktu untuk mengawasi dan menelusuri akses anak-anak kita terhadap dunia digital. Dan kita berikan hukuman dan bimbingan secara benar ketika anak-anak mengakses konten-konten negatif. Bagaimana caranya? Kita ajak bicara empat mata lalu kita sampaikan bahaya yang mengintai mereka ketika mengakses konten-konten negatif. Mari kita peduli secara benar sebagai orang tua dengan membiasakan anak bermain tanpa menggunakan gawai. Kita luangkan waktu bercengkrama dengan orang-orang yang kita cintai untuk membiasakan tidak menggunakan gawai.#sahabatkeluarga
Jadi ada baiknya anggapan anak bermain di dalam rumah adalah aman kita kaji bersama. Pertama, anak bermain di rumah mencegah penguatan sistem imun dan penguatan tulang. Karena anak yang bermain di rumah tidak terpapar bakteri dan sinar matahari. Padahal bakteri dan sinar matahari membantu tubuh membentuk sistem kekebalan dan penguatan tulang melaui pembentukan vitamin D. Kedua, anak yang bermain di dalam rumah lebih sering bermain gawai, hal ini berbahaya. Karena pancaran radiasi sinar gawai merusak penglihatan anak dan memicu sel-sel kanker. Lebih berbahaya ketika akses gawai yang tidak terawasi membawa anak kecanduan permainan online dan konten pornogafi. Ketiga, anak-anak yang lebih banyak bermain di rumah tentu kurang mengenal lingkungan sekitar. Hal ini mengganggu tumbuh kembang kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik anak. Karena anak-anak yang lebih banyak bermain di dalam rumah kurang mengenali manfaat dan bahaya barang-barang di luar rumah, kurang mampu berkomunikasi dengan teman sebaya, dan kurang memiliki kepedulian terhadap sesama.
Mari kita kesampingkan sejenak perbedaan kita tentang manfaat dan bahaya anak bermain di dalam rumah. Karena saya sendiri berbeda dengan istri saya dalam memahami hal ini. Selanjutnya saya akan mengajak teman-teman mengenali bahaya kemerosotan moral dari sisi literasi dasar.
Teman-teman, sudah tahu belum literasi dasar? Saya yakin banyak yang belum tahu. Karena saya sendiri baru memahaminya ketika menjawab soal-soal ujian guru berprestasi pada tahun 2017. Alangkah kudet (kurang update) diri saya. Literasi dasar yang sudah didengungkan sejak tahun 2015 baru saya pahami pada tahun 2017. Itu pun mengenal karena harus baper (terbawa perasaan) karena tidak bisa menjawab isi Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015.
Rasa baper membuat saya harus membuka laman google untuk mengurangi bad mood saya. Teman-teman, ternyata Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 itu berisi pedoman penumbuhan budi pekerti. Saya tentu kecewa tidak bisa menjawab soal yang seharusnya menjadi bahan bacaan saya.
Yang penting sekarang kita bersama-sama menjaga dan mengawasi anak didik kita, anak-anak kita, dan masyarakat di sekitar kita dari dampak negatif penggunaan gawai. Kenapa hal ini penting? Karena setiap orang dimanapun berada sekarang ini susah lepas dari gawai. Memang kemudahan-kemudahan yang ada digawai membantu kita. Tetapi ada ruang yang harus kita waspadai, yaitu dampak negatif penggunaan gawai secara berlebihan dan dampak negatif kemerosotan moral.
Teman-teman, sepuluh tahun, dua puluh tahun dari sekarang, keberlanjutan dan daya saing NKRI ditentukan oleh anak-anak kita. Anak-anak yang saat ini tidak bisa melepas gawai dari keseharian mereka. Anak-anak yang saat ini kita kenal sebagai generasi Z. Mereka lahir setelah tahun 1995-2011. Dan anak-anak generasi Alpha yang lahir setelah tahun 2011.
Anak-anak generasi Z dan generasi Alpha masih berusaha mencari jatidiri mereka. Mereka masih labil dan mudah meniru apa yang mereka lihat, mereka dengar, dan mereka pikirkan. Hal ini tentunya berbahaya jika tidak kita dampingi dalam menggunakan gawai. Tidak perlu lagi kita banyak berdikusi tentang kemerosotan moral. Sudah tidak relevan kita saling berbeda pendapat tentang boleh tidak nya anak menggunakan gawai. Kenapa? Karena masanya mereka tidak bisa dicegah dari menggunakan gawai. Alih-alih mencegah, mereka malah mendapatkan apa yang tidak mereka dapatkan diluar pengawasan kita.
Karena itu, saat ini diperlukan tindakan nyata untuk peduli terhadap orang-orang di dekat kita. Peduli mengawasi, menelusuri, memantau dan memberikan bimbingan terhadap kegiatan anak-kita dalam menggunakan gawai. Coba luangkan waktu sejenak untuk melihat berita-berita kriminal di media cetak maupun elektronik. Teman-teman akan menemukan bahwa kejahatan yang terjadi saat ini terinspirasi dari media elektronik.
Perundungan, pelecehan seksual, tindakan kriminal yang dilakukan masyarakat saat ini, bermula dari apa yang mereka lihat, mereka dengar akhirnya mereka pikirkan dan mereka lakukan. Itulah bahayanya gawai bagi anak-anak kita.
Sekarang bagaimana cara mencegah kemerosotan moral yang telah mengintai dan menjangkiti sebagian besar anak-anak kita? Aksi nyata kita adalah peduli terhadap orang-orang di sekitar kita. Selanjutnya kita kenalkan literasi digital. Kenapa literasi digital? Karena literasi digital merupakan usaha preventif dan kuratif untuk mengajak anak memanfaatkan gawai secara tepat.
Literasi digital merupakan bagian tidak terpisahkan dari literasi dasar. Sudahkan teman-teman mengetahui literasi dasar! Jika belum, mari luangkan waktu teman-teman untuk berselancar di laman gerakan literasi nasional. Di laman ini kita akan menemukan enam literasi dasar, yaitu literasi baca-tulis, literasi numerasi, sains, literasi finansial, literasi digital, dan literasi budaya dan kewargaan.
Berbagai upaya sudah dilakukan untuk mengenalkan literasi digital. Namun upaya-upaya tersebut belum masih sekadar "hangat-hangat tahi ayam". Artinya ada keinginan untuk melakukan perubahan atau tindakan nyata tetapi belum terealisasi sampai ke level lapisan paling bawah masyarakat kita.
Apakah tidak ada literasi digital yang bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat kita. Sudah ada, salah satunya pembatasan akses laman-laman pronogafi, laman kekerasan oleh penyedia layanan internet. Tapi sudahkah efektif? Belum, karena ada saja cara untuk membuka celah pembatasan tersebut. Jadi saat ini kita perlu terus-menerus menularkan manfaat-manfaat gawai secara terstruktur, sistematis dan masif. Dan mencegah dampak negatif penggunaan gawai dengan mengenalkan akibat-akibat mengakses informasi negatif dari dunia maya.
Saya salut dengan saluran youtube "pol apike" dan program televisi "Bocah Ngapa(k) Ya" disalah satu televisi nasional. Saluran youtube dan program acara tersebut konsisten mengajak masyarakat kembali ke budaya lokal. Setiap tontonan dalam program tersebut tidak menampilkan penggunaan gawai. Karena mereka mengajak masyarakat untuk kembali ke permainan tradisional dan masa-masa masyarakat belum menggunakan gawai. Inilah tontonan yang juga tuntunan, tayangan positif yang bersifat komedi yang menjadi #sahabatkeluarga dalam mengenalkan kearifan budaya lokal.
Salah satu BUMN kita yaitu telkomsel telah melakukan upaya literasi digital melalui program internet baik telkomsel. Program CSR telkomsel ini menyasar masyarakat dewasa untuk melihat peluang penggunaan internet dari sisi positif dan mengajak masyarakat memahami bahaya internet.
Jadi literasi digital adalah kemampuan untuk menggunakan potensi dan keterampilan dalam memanfaatkan piranti-piranti digital secara tepat. Melalui literasi digital kita budayakan #literasikeluarga anak untuk memahami bahwa pembatasan dalam penggunaan gawai bertujuan untuk menjaga masa depan mereka. Kita luangkan waktu untuk mengawasi dan menelusuri akses anak-anak kita terhadap dunia digital. Dan kita berikan hukuman dan bimbingan secara benar ketika anak-anak mengakses konten-konten negatif. Bagaimana caranya? Kita ajak bicara empat mata lalu kita sampaikan bahaya yang mengintai mereka ketika mengakses konten-konten negatif. Mari kita peduli secara benar sebagai orang tua dengan membiasakan anak bermain tanpa menggunakan gawai. Kita luangkan waktu bercengkrama dengan orang-orang yang kita cintai untuk membiasakan tidak menggunakan gawai.#sahabatkeluarga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar